Strategi Islam Mencegah Korupsi


Sebagai suatu kejahatan luar biasa, korupsi memiliki banyak wajah. Dalam sektor produksi, korupsi ada dari hulu sampai hilir, dari anak-anak sekolah sampai presiden, dari konglomerat sampai pegawai. Oleh sebab itu, upaya menundukkan korupsi juga memerlukan suatu strategi yang terpadu. Artinya, pemberantasan korupsi harus melibatkan semua pilar masyarakat. Pilar masyarakat adalah manusia (individu), budaya (yaitu berupa persepsi baik pemikiran maupun perasaan kolektif), dan sistem aturan yang berlaku. Sebab itu, korupsi akan lebih efektif diberantas bila pada tiga pilar tersebut dilakukan langkah-langkah yang terpadu.
Untuk menghilangkan budaya korupsi harus ditanamkan budaya antikorupsi sejak dini yang akan menghasilkan individu-individu antikorupsi, yang kemudian akan menjadi aktor-aktor pencegahan atau pemberantasan korupsi. Dalam level mikro, seperti pada suatu sekolah, kantor atau suatu organisasi, budaya ini bisa ditumbuhkan lewat pendidikan (training-training), keteladanan pimpinan, dan lewat kampanye yang masif.
Islam memberikan syariah-syariah agar masyarakat dapat hidup dengan aman dan sesuai fitrahnya (manusiawi). Sesuai pilar-pilar masyarakat, maka dapat digali sejumlah hukum-hukum syariah yang ditujukan untuk diterapkan di level individu, untuk membentuk persepsi di masyarakat, dan untuk mengatur hubungan antaranggota masyarakat.
Untuk membangun individu, Islam mewajibkan bagi pemeluknya untuk salat, membayar zakat, dan puasa Ramadan; juga mensyariatkan setiap muslim untuk berakhlak mulia, bekerja keras, berpikir cerdas, dan berhati ikhlas.
Untuk membangun budaya syar'i (yaitu berupa persepsi baik pemikiran maupun perasaan kolektif), Islam mewajibkan dakwah, saling menasihati dan amar makruf nahi munkar. Kritik konstruktif ke orang yang lebih berkuasa dianggap sebagai jihad utama, dan orang yang dibunuh akibat bicara yang benar, didudukkan sejajar dengan penghulu para syuhada, yaitu Hamzah bin Abdul Mutholib.
Sementara itu, para figur publik disemangati untuk menyayangi rakyat kecil dengan syariat zakat, sedekah dan silaturahmi. Pesta terbaik adalah yang mengundang fakir miskin. Para penguasa diperintahkan menjadi teladan bagi rakyatnya, dengan menerapkan hukum terlebih dulu kepada keluarganya. Penguasa adil disebutkan di tempat pertama dari tujuh kelompok yang nanti yang akan dinaungi pada hari kiamat.
Pendidikan dan media juga diarahkan untuk membentuk manusia-manusia yang seimbang, bukan manusia-manusia materialistis, apalagi yang ingin mendapatkannya secara instan.
Sedangkan organisasi nonpemerintah, ormas atau bahkan parpol digunakan untuk membentuk persepsi publik yang benar, untuk membangun budaya bermasyarakat yang sehat yang dengan itu melahirkan kader-kader politisi yang juga sehat, sehingga mampu mendesak agar pemerintah melaksanakan agenda yang sehat, termasuk agenda memberantas korupsi.
Budaya antikorupsi bukanlah budaya tersendiri, tapi merupakan bagian dari jejaring budaya-budaya positif yang harus dibangun. Inti budaya ini adalah membangun rasa malu untuk korupsi, kecil atau besar, diam-diam atau terang-terangan.
Walaupun demikian, di masyarakat tetap akan ada orang yang tidak punya malu, tidak takut kepada aparat hukum, dan tidak sungkan kepada Tuhan. Atau ada juga orang-orang yang kepepet karena kondisi ekonominya yang menyebabkan malunya dikalahkan. Untuk menolong orang-orang seperti inilah diperlukan sistem, diperlukan campur tangan negara.
Dan syariah telah memberi paket sistem penyelenggaraan negara agar bebas korupsi. Dimulai dari pelurusan aturan-aturan yang konyol, yang selama ini perlu "disiasati" (manipulasi, korupsi) agar masih dapat dijalankan. Penyederhanaan birokrasi adalah step berikutnya. Islam menghendaki agar kebutuhan rakyat bisa diurus secepat dan semudah mungkin. Dan terakhir para birokratnya sendiri harus dipilih dari orang-orang yang profesional (kafah), beretos kerja yang benar (amanah) dan takut kepada Allah. Mereka juga kemudian dicukupi semua kebutuhannya oleh negara, agar kemudian mampu menolak gratifikasi dari siapa pun.
Meskipun demikian, Islam masih mewajibkan agar negara menghitung kekayaan penyelenggara negara ini sebelum dan sesudah menjabat, agar pejabat yang menyimpang terdeteksi lebih awal. Laporan pertanggungjawaban pejabat juga dapat diuji-silang dengan informasi independen, misalnya data statistik, info bisnis, peta, dan citra satelit serta keluhan masyarakat. Pejabat yang korupsi akan diberi pidana ta'zir yang sangat keras, yang akan mencegah orang melanggar, membuat jera pelaku dan sekaligus menjadi penebus dosanya.
Untuk membangun sistem yang baik ini perlu dukungan para "orang kuat", yakni para pemimpin politik atau militer yang kredibilitasnya diakui, ucapannya diikuti, perbuatannya diteladani.
Dukungan ini harus semata-mata karena sistem itu diyakini kebaikannya, setelah mereka mengkaji secara mendalam, lalu memahami bahwa sistem itu dibangun dari Quran dan Sunnah yang mereka imani selama ini. Untuk mengajak agar para orang kuat itu mencapai "iman yang produktif" serta menghubungkan iman dengan perubahan sosial inilah diperlukan kerja keras para pendamba perubahan dalam rangka memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Wallahu Alam.
Sumber : Lampungpost
Akhiril Fajri
Humas DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Lampung

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih koment disini